"Suatu sore seperti biasanya Kiyai dan beo itu berjalan keliling pesantren sambil menzikirkan Laa Ilaaha Illallaah. Kiyai mengucapkannya dengan sepenuh khusyuk dalam hati. Sementara si beo mengucapkannya dengan suara keras. Namun tiba-tiba, seekor kucing melompat dari arah pohon jambu. Dengan sekali terkam kepala dan leher burung beo itu sudah terkulai diterkam taringnya . Si beo yang tadinya sedang berulang-ulang mengucapkan Laa Illaha Illallaah, tiba-tiba menjerit kuat dan mengeluarkan suara aslinya dengan penuh ketakutan.
"Keook..keook..keook...!"
Bagai tidak mempedulikan apapun kata si beo, kucing besar itu terus lari dengan leher beo tergigit ketat pada mulutnya. Hanya ketakutan si beo yang semakin jauh kian lirih terdengar, "Keook..keook..keook...!"
Melihat kejadian itu Kiyai terpegun dan pucat. Tiba-tiba tubuhnya rubuh dan pingsan. Para santri segera mengusung Kiyai kembali ke rumahnya. Setelah diberikan kolonye wangi Kiyai pun sadar dari pingsannya. Namun beliau malah menangis dengan tangisan yang sungguh menyayat hati.
"Janganlah terlalu sedih Kiyai. Nanti kita carikan burung beo yang lain. Insya Allah di pasar ada banyak burung beo yang jauh lebih baik. Nanti biar kami yang mengajarkannya mengucapkan "Laa Illaaha Illallaah, atau Subhanallah, atau Allahu Akbar", hibur para santrinya.
Sang Kiyai masih terus menangis bahkan dengan rintihan yang lebih menyayat. Setelah berhasil menguasai perasaannya, iapun berkata kepada para santrinya.
"Jika kalian menyangka bahwa aku bersedih karena kehilangan seekor burung beo, maka kalian sungguh keliru! Justru aku sedih karena menyaksikan betapa beo yang fasih dan tidak putus-putusnya mengucapkan Laa Illaaha Illallaah hanya bisa terkeok-keok ketika kucing menerkam lehernya. Aku khawatir kita ini setiap hari melatih diri dengan mengucapkan kalimat tersebut sebanyak-banyaknya. Namun ketika malaikat maut kelak "menerkam" kita, akankah kita masih bisa mengucapkan Laa Illaaha Illallaah, atau malah terkeok-keok seperti beo itu.
Mendengar ucapak Kiyai kini malah seluruh santri yang mengangis. Mereka semua ketakutan jika tidak dapat mengucapkan Laa Illaaha Illallaah ketika maut menjemput. Padahal kalimat itu sajalah yang akan menjamin keselamatan seseorang dari azab kubur dan dari api neraka, untuk kemudian masuk ke dalam syurga.
Ikhwah fillah....sudah sejauh manakah tertanam Laa Ilaaha Illallaah dalam hati kita? Sudah merasa cukupkah kita dengan membacanya seratus kali sehabis shalat Maghrib dan Subuh dengan cepat dan tergesa-gesa bagai motor yang sedang balapan. Hanya tiga pertamanya saja yang kita ucapkan dengan betul dan perlahan. Setelah itu pada ucapan ke empat dan seterusnya kita membacanya dengan ngebut tanpa mempedulikan lagi kefasihannya, makhrajnya apa lagi makna dan hikmahnya.
"Keook..keook..keook...!"
Bagai tidak mempedulikan apapun kata si beo, kucing besar itu terus lari dengan leher beo tergigit ketat pada mulutnya. Hanya ketakutan si beo yang semakin jauh kian lirih terdengar, "Keook..keook..keook...!"
Melihat kejadian itu Kiyai terpegun dan pucat. Tiba-tiba tubuhnya rubuh dan pingsan. Para santri segera mengusung Kiyai kembali ke rumahnya. Setelah diberikan kolonye wangi Kiyai pun sadar dari pingsannya. Namun beliau malah menangis dengan tangisan yang sungguh menyayat hati.
"Janganlah terlalu sedih Kiyai. Nanti kita carikan burung beo yang lain. Insya Allah di pasar ada banyak burung beo yang jauh lebih baik. Nanti biar kami yang mengajarkannya mengucapkan "Laa Illaaha Illallaah, atau Subhanallah, atau Allahu Akbar", hibur para santrinya.
Sang Kiyai masih terus menangis bahkan dengan rintihan yang lebih menyayat. Setelah berhasil menguasai perasaannya, iapun berkata kepada para santrinya.
"Jika kalian menyangka bahwa aku bersedih karena kehilangan seekor burung beo, maka kalian sungguh keliru! Justru aku sedih karena menyaksikan betapa beo yang fasih dan tidak putus-putusnya mengucapkan Laa Illaaha Illallaah hanya bisa terkeok-keok ketika kucing menerkam lehernya. Aku khawatir kita ini setiap hari melatih diri dengan mengucapkan kalimat tersebut sebanyak-banyaknya. Namun ketika malaikat maut kelak "menerkam" kita, akankah kita masih bisa mengucapkan Laa Illaaha Illallaah, atau malah terkeok-keok seperti beo itu.
Mendengar ucapak Kiyai kini malah seluruh santri yang mengangis. Mereka semua ketakutan jika tidak dapat mengucapkan Laa Illaaha Illallaah ketika maut menjemput. Padahal kalimat itu sajalah yang akan menjamin keselamatan seseorang dari azab kubur dan dari api neraka, untuk kemudian masuk ke dalam syurga.
Ikhwah fillah....sudah sejauh manakah tertanam Laa Ilaaha Illallaah dalam hati kita? Sudah merasa cukupkah kita dengan membacanya seratus kali sehabis shalat Maghrib dan Subuh dengan cepat dan tergesa-gesa bagai motor yang sedang balapan. Hanya tiga pertamanya saja yang kita ucapkan dengan betul dan perlahan. Setelah itu pada ucapan ke empat dan seterusnya kita membacanya dengan ngebut tanpa mempedulikan lagi kefasihannya, makhrajnya apa lagi makna dan hikmahnya.
0 komentar:
Posting Komentar